Tetap di kotaku tercinta Jember.


Perkembangan jaman membuat perubahan – perubahan dalam karya seni. Baik seni lukis, gerak, teater dan seni bangun. Bahkan perubahan juga terjadi pada budaya masyarakat. Saat ini masyarakat cenderung mengarah ke arah praktis, mudah dan nyaman. Perubahan ini tidak serta merta di ambil oleh masyarakat, tetap melakukan penilaian – penilaian positif dan negatifnya. Inilah yang sangat sulit dilakukan, banyak sekali pengaruh perubahan jaman yang bersifat negatif, tapi banyak juga yang positif. Tinggal bagaimana masyarakat membentengi diri dari perubahan yang bersifat negatif tersebut dan tetap menjaga budaya asli yang sudah ada.


Jember merupakan kota dengan multiculture atau percampuran dari berbagai budaya, dari Madura, Jawa, Sumatra, Bali dan dari berbagai tempat di Nusantara Indonesia. Percampuran ini yang menjadikan Jember mempunyai budaya tersendiri. Budaya di Jember mungkin berbeda dengan Lumajang, Banyuwangi, bahkan Bondowoso. Kota – kota disekitar Jember banyak mempunyai budaya yang turun temurun dari nenek moyang dulu, karena kota – kota tersebut merupakan bekas kerajaan - kerajaan kecil yang sudah ada sejak jaman dahulu kala dan mempunyai ciri khas budaya masing – masing.


Percampuran dan perkembangan budaya tersebut membawa dampak pada kehidupan masyarakat di Jember. Jember yang berkembang menjadi sebuah kota metropolis dan mandiri ini harus bisa menata kota agar nyaman, aman, bersih, teratur dan sudah pasti hijau. Perencanaan kota ini merupakan pekerjaan rumah dari birokrasi dan masyarakat Jember. Jangan sampai karena alasan ekonomi dan pembangunan, perencaan kota terabaikan. Jika perencaan kota tidak matang maka akan sangat merugikan masyarakat dan berokrasi harus bertanggung jawab atas perencanaan tersebut.

Banyak contoh kota – kota yang tidak mempunyai tata ruang yang bagus, pembangunan kota tersebut tidak terkendali bahkan situs – situs budaya berupa bangunan – bangunan diratakan dengan tanah untuk dibangun pusat – pusat perbelanjaan atau gedung – gedung tinggi. Mungkin saat ini tidak terasa akan kerugian dari pengerusakan tersebut. Tapi pada masa yang akan datang, anak cucu kita akan bertanya dimana pertama kali pusat pemerintahan di kota kita, dan kita akan menjawab ” Oo itu sekarang sudah jadi Mall ”. Hilanglah sejarah, hilanglah nasionalisme anak cucu kita, karena hanya tinggal cerita.
Percampuran budaya di kota Jember juga

mempengaruhi

seni arsitektur, banyak bangunan yang mengarah ke seni modern, sebagai contoh Masjid Jami’ Al Baitul Amien, yang dibangun pada tahun 70’an mengusung seni modern yang kontras dengan masjid Jami’ lama di sebelah kirinya yang tetap mengusung arsitek jaman Belanda moderen dengan detail garis tegas. Gaya design Masjid Jami’ baru mendobrak seni arsitektur islam indonesia yang cenderung bermain di relif dan bentuk kubah cungkup atau bulat. Bentuk bangunan yang keleruhannya adalah kubah ini lah yang membuat menarik, unik dan menimbulkan gaya tersendiri.


Selain itu design Masjid Baitur Roja’ mengusung design tersendiri. Percampuran design modern dan klasik nampak pada masjid ini. Garis – garis tegas sangat kental menghiasi keseluruhan masjid ini. Tampak pemakaian material batu alam yang merupakan kekayaan alam Jember, menjadi detail yang membuat kontras warna yang harmonis. Bukaan – bukaan yang lebar dari lantai dua dan jendela – jendela persegi panjang membuat sikulasi udara yang ngaman, walaupun pada siang yang panas.
Permainan kayu yang kontras dengan beton – beton penyangga kubah membuat detail interior yang harmonis dengan warna tanah yang membuat sejuk dan nyaman. Pemilihan warna yang harmonis juga sangat

berpengaruh pada design masjid ini. Warna coklat tanah muda dipadu dengan putih dan warna batu alam dan kayu membuat

kontras yang indah. Bahkan tata sinar lampu dan kop lampu disesuaikan dengan warna dan design interior masjid yang menambah kekuatan tampilan warna yang tampil.
Jaga budaya asli, ambil yang positif budaya yang baru.
(c) 2008 by Rudi B. Prakoso
